Rabu, 28 Oktober 2009

Bambu sebagai material bangunan sederhana

PEMANFAATAN MATERIAL BAMBU SEBAGAI MATERIAL BANGUNAN
SEDERHANA DI DAERAH RAWAN GEMPA, Rizal Kurniady (15002147) dan
William (15002152), Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, 2007.
Rumah tahan gempa dewasa ini bukanlah suatu bangunan yang terjangkau oleh
masyarakat secara mayoritas, yakni kalangan masyarakat bawah. Padahal
pembangunan rumah tahan gempa tidak memerlukan biaya yang besar, namun yang
diperlukan adalah penerapan konsep-konsep bangunan tahan gempa seperti
kontinuitas aliran beban, daktilitas, dan kekakuan struktur.
Meski dipandang rendah oleh kebanyakan orang, bambu mulai dilirik oleh kalangan
akademisi sebagai material bangunan alternatif. Kuat tarik yang setara dengan baja
lemah dan kuat tekan yang setara dengan beton serta harga yang relatif sangat murah
dibanding material lainnya membuat bambu sebagai material yang berpotensi besar
sebagai bahan bangunan.
Tujuan penulisan Tugas Akhir adalah untuk mengetahui potensi material lokal
sebagai alternatif material bangunan dan meninjau kinerja material tersebut dalam
suatu sistem struktur bangunan sederhana. Kriteria yang ditinjau adalah kekuatan dan
kelayanan struktur serta kontinuitas aliran beban yang terbentuk dari penggunaan
bambu pada struktur bangunan.
Untuk meninjau kekuatan dan kelayanan struktur bambu dilakukan pemodelan dan
desain struktur bambu termasuk detailing sambungan dengan bantuan program
analisis struktur. Dari pemodelan dan desain ini akan diperoleh kapasitas dan perilaku
struktur teoritis. Setelah itu, verifikasi desain penampang dan sambungan dilakukan
dengan membuat spesimen uji portal dan kuda-kuda struktur. Terhadap kedua
spesimen ini dilakukan uji pembebanan statis hingga runtuh untuk memperoleh
kapasitas dan perilaku struktur yang sebenarnya.

Pemanfaatan bambu sebagai struktur tahan gempa

PEMANFAATAN bambu sebagai komponen utama pembangunan rumah di wilayah rawan gempa sudah saatnya dipikirkan, mengingat daya tahannya terhadap gempa.

Demikian terungkap dalam diskusi "Standar dan Pengawasan Bangunan Tahan Gempa", di Jakarta, Senin (14/9). Diskusi itu dihadiri sejumlah pakar arsitektur dan praktisi. Di antaranya Dekan Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Danang Priatmodjo, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Endy Subijono, Guru Besar Departemen Arsitektur Universitas Indonesia Gunawan Tjahyono, dan pengusaha Arifin Panigoro.

Endy Subijono mengemukakan dengan adanya sejumlah wilayah di Indonesia yang rawan gempa dan bencana alam, maka kebutuhan rumah yang tahan gempa sudah mendesak.

Bangunan tahan gempa perlu memanfaatkan material-material lokal di daerah yang telah digunakan secara turun-temurun selama berabad-abad. Pengusaha Arifin Panigoro mengemukakan, terdapat kecenderungan sebagian masyarakat menginginkan konstruksi rumah dari bahan batu bata dan beton.

Namun, kondisi keuangan yang terbatas menyebabkan kualitas bangunan berbahan bata itu kerap memiliki kualitas rendah, sehingga rawan ambruk saat gempa. Oleh karena itu, kondisi trauma gempa itu merupakan momentum untuk mengarahkan arsitektur kota yang sesuai dengan kearifan lokal.

Dicontohkan, di Jepang, dinding bangunan dan rumah tinggal memanfaatkan lapisan kertas dan bambu sebagai material utama. Menurut Gunawan Tjahyono, kearifan lokal yang tersebar di sejumlah wilayah perlu didata, dipelajari, dan disebarluaskan agar menjadi salah satu acuan bagi masyarakat di daerah rawan gempa dalam membangun hunian yang lebih aman.

Meski demikian, tidak dipungkiri bahan material lokal memiliki harga yang mahal akibat pasokan bahan baku yang sedikit. Kendala lain, tukang atau pekerja bangunan yang memahami struktur bangunan tradisional semakin langka. "Diperlukan strategi untuk mengatasi kendala pemanfaatan material lokal".

Jumat, 23 Oktober 2009

Gempa

Pascagempa yang melanda Tasikmalaya, Jawa Barat, ratusan rumah berstruktur beton mengalami kerusakan. Dibanding dengan struktur beton, rumah bambu bisa bertahan dari gempa hingga 20 tahun lamanya.

"Usaha untuk membantu masyarakat yang terkena gempa khususnya di Jawa Barat dengan membuatkan rumah dari bambu cukup efektif. Kalau hal ini bisa diatasi, saya kira sekitar 20 tahun bangunan ini (struktur bambu) bisa bertahan," kata Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Endy Sugijono.

Hal itu disampaikan dia dalam Diskusi Properti yang bertajuk "Standar dan Pengawasan Bangunan Tahan Gempa" di Griya Jenggala, Jl Jenggala, Jakarta Selatan, Senin (14/9/2009).

Hal itu terbukti pada saat gempa waktu lalu, rumah yang terbuat dari bambu tidak ikut roboh. "Pada saat gempa, dia (bangunan bambu) akan ikut goyang sehingga tidak mudah roboh. Tapi harus diperhatikan bagaimana merawatnya agar terhindar dari rayap," katanya.

Salah satu contoh bangunan bambu yang tidak roboh adalah perumahan di Kampung Naga, Garut, Jawa Barat. "Seratus persen bangunannya utuh," kata Kepala Posko Jenggala Handi Syahrandi menambahkan.

Selain itu, pembangunan rumah bambu ini tidak memakan banyak biaya. Lama waktu pembuatan rumah bambu juga tergolong singkat.

"Enam hari cukup. Kemarin sudah kita coba di Pangalengan, Jawa Barat," kata Handi.

Untuk melakukan perbaikan perumahan bagi korban gempa, pihaknya bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat akan membangun rumah bambu.

"Satu minggu setelah Lebaran ada enam daerah, khususnya yang paling parah terkena gempa seperti Tasik dan Pangalengan akan mulai dibangun, lihat gambar di bawah ini :

Photobucket

Pemamfaatan Bambu Pada Rumah Tahan Gempa


 

Blog Template by YummyLolly.com